Di Indonesia ini yang merupakan negeri yang subur akan perklenikan, ada banyak praktisi yang menawarkan ilmu kebal ini. Adapun tatacara atau metode untuk mendapatkannya bisa bermacam-macam tergantung dari praktisi tersebut.
Tersebutlah Kiai Salik, seorang guru kekebalan. Hanya dengan komat-kamit membaca mantra, Salik dikabarkan mampu menyetrum manusia dengan kesaktian. Hasilnya, dalam sekejap, seseorang jadi superman. Pedang setajam apa juga tak akan mampu merobek kulit. Pelor pun hanya mampu menyentuh dan lantas mental jatuh ke tanah. Sedang panas api membara tak berdaya menghanguskan mereka yang sudah ditulari ilmu. Syarat-syaratnya pun ditanggung ringan. Cukup datang dan berminat.
Salik buka praktek seperti dokter. Pasiennya mengalir setiap hari. Bisnis “mengisi” agar orang jadi kebal itu telah mengangkat hidup Salik. Kini ia tak perlu lagi bertani dan berdagang untuk mengasapi dapurnya. Biasanya, sebelum mantra sakti dibisikkan, pasien yang datang kepada Salik terlebih dahulu melewati serangkaian upacara sederhana. Para langganan harus duduk di atas golok yang diletakkan di atas sajadah.
Tapi sebelum itu tidak boleh lupa meletakkan duit di dekat golok. Besarnya lebih dari Rp 10 ribu. “Duit itu memang bagian dari upacara pengisian kekebalan,” kata Salik. Sebelum dikerudungi kain putih, “calon orang kebal” harus minum sebagian dari segelas air putih yang ditaburi sejumput ketan hitam. Sisanya dibasuhkan ke sekujur tubuh. Sembari memegang kepala pasien, Kiai Salik baru membacakan mantra saktinya. Maka, selesai rangkaian prosesi itu.
Di Desa Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa Tengah, ada Sunarwi juga pasang tawaran ilmu. Namun, menularkan kiat kekebalan Sunarwi lebih berat dibanding Salik. Muridnya untuk mendapatkan kekebalan diwajibkan mengadakan kenduri opor ayam dan nasi putih. Ayamnya jago putih mulus, berasnya empat kilogram. Bila jatuh tepat 1 Syuro, murid-murid Sunarwi wajib mandi di sungai sebatas dada, tepat pada jam 24.00. Mereka juga kudu menyelam sebanyak 49 kali. Entahlah, apa makna angka-angka itu. Yang jelas, setiap malam Jumat, murid Sunarwi harus keluar rumah, tepat jam 24.00. Menghadap ke arah timur, untuk bersemadi meminta ampun kepada Allah. Barulah Sunarwi memberi jimat yang berbau kearab-araban.
Ilmu Kebal dalam perspektif Islam
Seorang muslim hendaknya mengembalikan setiap permasalahan dan problematika kehidupannya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam, yakni dengan mengembalikannya kepada hukum-hukum Islam yang berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Sehingga jelas hukum dan jawaban dari permasalahan tersebut. Termasuk juga mengembalikan permasalahan ilmu kebal ini kepada Islam itu sendiri.
Berbagai ritual diadakan untuk mendapatkan ilmu kebal tersebut. Pada kisah yang pertama, disebutkan bahwa untuk mendapatkan ilmu kebal tersebut, mereka diwajibkan menjalankan ritual puasa selama 30-40 hari. Secara sekilas, nampaknya ritual yang dilakukan adalah ritual yang syar’i, yakni berpuasa. Tapi betulkah seperti itu? Ternyata tidak. Cobalah periksa lebih lanjut, maka akan timbul beberapa pertanyaan berkenaan ritual yang dilakukan untuk mendapatkan ilmu kebal ini, yakni:
Adakah puasa yang lebih banyak dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang diajarkan oleh beliau kepada umatnya melebihi banyaknya puasa di bulan Ramadhan, yakni selama 29 atau 30 hari (satu bulan penuh)? Setelah kita menilik hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, tidak kita jumpai beliau berpuasa lebih banyak dari bilangan di bulan Ramadhan. Akan tetapi coba perhatikan bilangan puasa yang ditentukan oleh manusia-manusia sakti ini! Untuk mendapatkan ilmu kebal, mereka diwajibkan berpuasa selama 30-40 hari! Allaahulmusta’an.
Kemudian, hal lain yang perlu kita cermati adalah para manusia sakti tersebut diwajibkan berpuasa selama 30-40 hari untuk memperoleh kesaktian berupa ilmu kebal ini. Apakah mereka memiliki Tuhan selain Allah ta’ala yang mewajibkan puasa untuk mendapatkan ilmu kebal? Atau apakah mereka memiliki Nabi dan Rasul yang lain selain Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam yang mensyari’atkan puasa untuk memperoleh ilmu kebal? Jika mereka jawab tidak, lalu siapa yang mewajibkan dan mensyari’atkan mereka untuk berpuasa selama 30-40 hari untuk memperoleh ilmu kebal?
Puasa yang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam hanya ada tiga, yakni puasa wajib di bulan Ramadhan, puasa nadzar dan puasa qadha` untuk membayar hutang puasa. Selain dari tiga puasa itu tidaklah wajib hukumnya. Maka, dari mana mereka bisa mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya?
Allah ta’ala memperingatkan kita agar tidak mengikuti selain apa yang Dia turunkan. Allah ta’ala berfirman,
اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُمْ مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti selain itu.” (QS. Al-A’raf: 3)
Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengikuti apa yang datang dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Allah ta’ala berfirman,
وَمَا ءَاتٰكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهٰكُمْ عَنْهُ فَانتَهُواْ
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pun telah memberitahukan kepada kita bilangan bulan dalam Islam, yakni terkadang 29 hari, terkadang 30 hari. Termasuk juga bilangan hari di bulan Ramadhan adalah 29 atau 30 hari. Dan bilangan inilah bilangan puasa di bulan Ramadhan yang mana pada bulan tersebut kita diperintahkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh, yakni 29 atau 30 hari. Lalu bagaimana mungkin para pendekar sakti itu diwajibkan berpuasa 30 bahkan sampai 40 hari untuk memperoleh ilmu kebal?
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa puasa untuk mendapatkan ilmu kebal seperti itu bukanlah ajaran Islam. Dahulu, ketika saya masih aktif di lingkungan Nahdhiyin kediri, saya pernah mengikuti sebuah perguruan bela diri “Pagar Nusa”. Saat itu sampailah saya mempelajari tenaga dalam. Sebelum latihan tenaga dalam itu, ada beberapa bacaan yang saya dan teman-teman saya harus baca. Di antara bacaan itu adalah ayat-ayat mu’awidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) dan beberapa bacaan lainnya yang juga berasal dari Al-Qur’an. Maka, bacaan-bacaan itulah yang harus dibaca setiap kali mengeluarkan jurus tenaga dalam tersebut. Setelah membaca bacaan-bacaan itu, kami pun melakukan gerakan-gerakan bela diri dengan mengolah pernapasan.
Terkadang kami disuruh untuk menarik napas panjang-panjang, menahannya dan mengeluarkannya. Maka, ketika kami menghentakkan tangan kanan ke depan sebagai tanda memukul, maka lawan yang berada di depan kami terhempas ke belakang tanpa harus menyentuh lawan tersebut.
Saya tidak ragu lagi bahwa kekuatan-kekuatan tersebut didapatkan dengan melibatkan bantuan jin. Meskipun mendapatkan kekuatan itu dengan mengamalkan amalan-amalan yang diklaim sebagai amalan yang Islami. Akan tetapi setelah kita telisik lebih jauh, ternyata amalan-amalan tersebut tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sementara, kita dilarang meminta tolong kepada jin untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudharat. Allah ta’ala berfirman,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6)
Melihat Kembali Kepada Generasi Terbaik
Menilik kembali sejarah Islam dari generasi Islam yang terbaik, atau melihat kembali sejarah para Nabi dan Rasul, kita akan mendapati suatu kenyataan bahwa tidak ada satupun dari generasi terbaik tersebut yang pernah mempelajari ilmu kebal. Padahal mereka adalah generasi yang telah dipuji oleh Allah dalam Al-Qur’an. Tilik saja berbagai peristiwa peperangan yang telah dilalui oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya bukanlah orang-orang yang kebal bacok, atau kebal sayatan pedang. Mereka juga terluka bahkan sebagian sahabat gugur sebagai syahid di medan perang. Ini menunjukkan bahwa ilmu kebal bukanlah ilmu yang diturunkan dari para Nabi dan Rasul, tidak juga berasal dari generasi salaf yang shalih.
Bacalah kembali sirah para Nabi dan Rasul. Bacalah sirah Nabi Zakariyah ‘alaihissalaam. Beliau wafat dalam keadaan digergaji oleh kaum beliau yang membangkang. Padahal, kalaulah hal itu diperbolehkan, beliau akan meminta bantuan jin untuk memperoleh ilmu kebal dengan melakukan ritual-ritual di atas agar tidak mempan dibacok.
Demikian juga bagaimana perjuangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah patah gigi beliau dalam peperangan atau bagaimana beliau dilempari batu oleh penduduk Tha`if. Lihat juga bagaimana perjuangan para sahabat radhiyallaahu ‘anhum dalam berbagai peperangan! Lihatlah para sahabat radhiyallaahu ‘anhum yang gugur di medan perang!
Kenapa mereka semua tidak menggunakan ilmu kebal? Karena mereka tahu bahwa ilmu kebal seperti itu bukanlah ilmu yang berasal dari ajaran Islam yang benar dan melibatkan bantuan jin. Kalaupun ada, hal itu adalah karamah yang telah Allah ta’ala karuniakan kepada mereka yang lurus aqidahnya. Para mujahidin juga tidak menang tidak menang berjihad melawan orang kafir karena ilmu kebal, atau karena diisi atau dengan mengamalkan amalan tertentu, atau karena rajah atau diberikan amalan tertentu. Mereka menang karena semata pertolongan Allah.
Satu-satunya Nabi dan Rasul yang diberikan mukjizat yang diberikan wewenang dan kekuasaan untuk memanfaatkan kekuatan jin hanyalah Nabi Sulaiman ‘alaihissalaam. Hanya beliaulah satu-satunya manusia yang diberikan wewenang itu. Setelah beliau, para nabi yang lain tidak diberikan wewenang itu. Para Nabi itu diperintahkan untuk berjuang dengan segala resiko fisik, bahkan resiko kematian. Dan betapa banyak Nabi dan Rasul wafat dibunuh oleh para pembangkang.
Dengan demikian, kita tahu bahwa ilmu kebal bukanlah ajaran Islam. Ilmu kebal yang didapatkan dengan melakukan berbagai ritual tidak lain dengan melibatkan bantuan jin walaupun menggunakan ayat-ayat AlQur'an sebagai mediasi ritualnya, yang mana meminta bantuan jin dalam hal seperti ini hukumnya haram. Allaahua’lam bish-shawaab
Komentar
Posting Komentar
Sebelum di tutup, Coment dulu dong.... hehehe